Kamis, 15 November 2012

sekilas profil seniman bandung : Kang Ibing

Nama Lengkap: Raden Aang Kusmayatna Kusumadinata
Nama Populer: Kang Ibing

Tanggal Lahir: 20 Juni 1946
Tempat Lahir: Sumedang

Wafat: Bandung, 19 Agustus 2010
Kang Ibing atau yang bernama lengkap Raden Aang Kusmayatna Kusumadinata lahir pada tanggal 20 Juni 1946 di Sumedang. Dia merupakan pelawak Indonesia yang tergabung dengan grup lawak De'Kabayan yang terdiri antara lain Aom Kusman dan Suryana Fatah. Kang Ibing selain sebagai pelawak, Dia juga aktif dalam kesenian Sunda.
Kang Ibing  memiliki Istri bernama Ny. Nieke dan dikarunia 3 (tiga) orang anak masing-masing Kusmadika, Kusmandana dan Diane.
Kariernya di dunia seni berjalan mulus. Kang Ibing sendiri tidak pernah mimpi untuk jadi orang terkenal apalagi bintang film.

Mengawalai karier sebagai Pembawa Acara Obrolan Rineh dalam arti santai secara kocak dan sarat kritik di Radio Mara Bandung. Gaya  bicaranya yang berintonasi khas Sunda melekat dalam diri Kang Ibing yang merupakan nama bekennya.

Ketika masih duduk di Fakultas Sastera Unpad Jurusan Sastra Rusia, Kang Ibing pernah menjabat sebagai Ketua Kesenian Daya Mahasiswa Sunda (DAMAS), Penasihat Departemen Kesenian Unpad dan pernah juga menjadi Asisten Dosen di Fakultas Sastera Unpad.



Tahun 1970 bersama-sama dengan Aom Kusman dan Suryana Fatah membentuk Group Lawak De Kabayan. Pada tahun 1975 untuk pertama kalinya main film Si Kabayan arahan Sutradara Tutty Suprapto. Pilihan Tuty jatuh ke Ibing konon tertarik saat mendengarkan gaya humornya di Radio Mara tersebut. Selain bermain film, Kang Ibing juga memerankan Bintang Iklan dari beberapa produk. Saat ini Kang Ibing lebih dikenal sebagai dai yang lumayan padat juga jadwalnya.

Filmografi

    * Si Kabayan (1975)
    * Ateng The Godfather (1976)
    * Bang Kojak (1977)
    * Si Kabayan dan Gadis Kota (1989)
    * Boss Carmad (1990)
    * Komar Si Glen Kemon Mudik (1990)
    * Warisan Terlarang (1990)
    * Di Sana Senang Di Sini Senang (1990)

Kang Ibing  meninggal dunia, Kamis malam tanggal 19 Agustus 2010, sekitar pukul 20.45 WIB karena mengalami pendarahan akibat terjatuh dari lantai kamar mandi rumahnya. Pukul 20.45 tadi, Kang Ibing dinyatakan meninggal dunia di UGD Rumah Sakit Al Islam,"  ujar  Operator Rumah Sakit Al Islam Abu Agna.

Spesifikasi Smartfren Andromax i dual on gsm - cdma

 
harga smartfren dual sim gsm-cdma terbaru, spesifikasi lengkap hp smartfren andro max-i gambar, kelebihand an kelemahann Smartfren Andromax-i

Setelah suskes besar dengan Andromax, smartften rupanya berinisiatif menghadirkan penerusnya, Andromaz-i. Smartfren Andromax-i adalah sebuah ponsel Android dual SIM CDMA-GSM yang menggunakan sistem operasi Android 4.0 Ice Cream Sandwich. Andromax-i mengusung layar berukuran 4 inci dengan resolusi WVGA atau 480 x 800 piksel IPS (In-Plane Switch).

Soal dapur pacu, seperti yang dikutip dari sidomi.com, Andromax-i ini menggunakan prosesor Qualcomm Snapdragon dual-core dengan kecepatan 1GHz yang didukung dengan memori RAM sebesar 512MB serta grafis dari Adreno 203.

Fitur Smartfren Andromax-i
Bicara soal kelengkapan fitur, smartphone Andromax-i ini juga dilengkapi berbagai fitur seperti WiFi, GPS, microUSB, Bluetooth, kamera depan dengan resolusi 5 megapiksel dan kamera belakang dengan resolusi 1,3 megapiksel. Andromax-i ini dibekali baterai dengan kapasitas 1.630 mAh.

harga smartfren dual sim gsm-cdma terbaru, spesifikasi lengkap hp smartfren andro max-i gambar, kelebihand an kelemahann Smartfren Andromax-i


Harga Smartfren Andromax-i
Sesuai dengan tradisi Smartfren bikin ponsel murah, Andromax-i dibandrol dengan harga Rp. 1,2 juta. dengan harga semurahh itu, anda akan mendapatkan sebuah smartphone Android dengan fitur paling tangguh di kelasnya yang biasanya ditemui di hh Android kisaran 2 jutaan.

Spesifikasi Smartfren Andromax-i
  • Tebal: 10mm.
  • CDMA2000 1x EVDO Rev Adan GSM
  • Dual On active CDMA+GSM
  • Prosesor 1Ghz Snapdragon Dualcore
  • GPU Adreno 203
  • Memori: internal 4GB.
  • RAM 512MB.
  • microSD up to 32GB.
  • Layar: 4-inch LCD WVGA IPS technology, multitouchscreen, 5 finger touch point.
  • OS android 4.0 ICS.
  • Dual kamerw 5MP, AF dan 1.3MP.
  • Built in GPS.
  • WIFI hotspot, tethering.
  • Bluetooth 3.0 with A2DP.
  • 3.5mm audio port stereo.
  • MicroUSB port.
  • Multimedia.
  • Radio FM.
  • Sensor: Accelerometer, proximity, ambience, magnetic field sensor.
  • Baterai: 1630 mAh.

Kamis, 01 November 2012

profil Asep Sunandar Sunarya



 Dalang Wayang Golek Inovatif

Asep Sunandar Sunarya Asep, yang lebih dikenal dengan panggilan Asep Sunarya, dalang wayang golek yang menciptakan si Cepot. Wayang yang rahang bawahnya bisa digerak-gerakkan jika berbicara, juga dapat merentangkan busur dan melepaskan anak panah, tanpa bantuan tangan dalang. Dengan karyanya itu, dia pantas disebut sebagai pendobrak jagat wayang golek di Indonesia.

Selain si Cepot, wayang denawa atau raksasa juga dibuat sedemikian rupa, sehingga otak kepalanya bisa terburai berantakan ketika dihantam gada lawannya.



Dia dipuji dan juga dikritik dengan karya terobosannya itu. Namun, kritikan itu makin emacu semangat dan kreativitasnya. Keuletannya membuahkan hasil, namanya semakin populer. Terutama setelah Asep meraih juara dalang pinilih I Jawa Barat pada 1978 dan 1982. Kemudian paada 1985, ia meraih juara umum dalang tingkat Jawa Barat dan memboyong Bokor Kencana.

Pengakuan atas kehandalan dan kreativitasnya mendalang, bukan saja datang dari masyarakat Jawa Barat dan Indonesia, tetapi juga dari luar negeri. Dia pernah menjadi dosen luar biasa di Institut International De La Marionnete di Charleville Prancis. Dari institut itu dia mendapat gelar profesor.
Asep Sunarya lahir 3 September 1955 di Kampung Jelengkong, Kecamatan Baleendah, 25 km arah selatan Kota Bandung. Bernama kecil Sukana, anak ketujuh dari tiga belas bersaudara keluarga Abah Sunarya yang dikenal sebagai dalang legendaris di tanah Pasundan.



Sejak kecil, terutama sesudah remaja, ia sudah berambisi menjadi dalang. Makanya, setamat SMP, ia mengikuti pendidikan pedalangan di RRI Bandung. Meski ayahnya seorang dalang legendaris di kampungnya, Asep memilih belajar dalang dari Cecep Supriadi di Karawang.
Berbeda dengan pendahulunya yang mendalang tempat-tempat tertentu saja, Asep justru tekun mensosialisasikan wayang golek yang inovatif ke kampus-kampus, hotel-hotel, gedung-gedung mewah dan televisi. Upayanya membuahkan hasil. Wayang golek populer di berbagai tempat. Penampilannya yang selalu menarik perhatian mengundang decak kagum penonton baik anak muda maupun orang tua.
Popularitas dalang yang telah menikah lima kali dan mempunyai sembilan anak ini pun semakin tinggi. Tidak saja dia diundang pentas mendalang di dalam negeri, tetapi juga di berbagai kota di Benua Asia, Amerika dan Eropa.

Nama:
Asep Sunandar Sunarya

Nama Populer:
Asep Sunarya

Nama Kecil:
Sukana

Lahir:
Kampung Jelengkong, Kecamatan Baleendah, Jawa Barat, 3 September 1955

Ayah:
Abah Sunarya

Pendidikan:
Pendidikan pedalangan di RRI Bandung

Profesi:
- Dalang wayang Golek

Karya,al:
- Wayang golek si Cepot
- Wayang Denawa

Prestasi:
- Juara dalang pinilih I Jawa Barat pada 1978 dan 1982
- Juara umum dalang tingkat Jawa Barat dan memboyong Bokor Kencana pada 1985

Kegiatan Lain:
Guru Besar luar biasa di Institut International De La Marionnete di Charleville Prancis

Sekilas mengenal mang Udjo Ngalagena


Udjo Ngalagena (lahir 5 Maret 1929 – meninggal 3 Mei 2001 pada umur 72 tahun) adalah seniman angklung asal Jawa Barat, Indonesia dan pendiri Saung Angklung Udjo. Ia merupakan anak keenam dari pasangan Wiranta dan Imi. Pada usia antara empat sampai lima tahun, Udjo kecil sudah akrab dengan angklung berlaras pelog dan salendro yang kerap dimainkan di lingkungannya dalam acara mengangkut padi, arak-arak khitanan, peresmian jembatan, dan acara-acara yang melibatkan keramaian massa lainnya.
Berdirinya Saung Angklung Udjo tidak dapat dilepaskan dari peran Udjo Ngalagena (5 Maret 1929 – 3 Mei 2001) sebagai pendiri Saung Angklung Udjo. Bahkan studi tentang Saung Angklung Udjo dapat dikatakan sangat erat kaitannya dengan studi tentang biografi Udjo Ngalagena dan keluarga.
Selain belajar angklung Ia juga mempelajari pencak silat, gamelan dan lagu-lagu daerah dalam bentuk kawih dan tembang. Ia mempelajari lagu-lagu bernada diatonis dari HIS berupa lagu-lagu berbahasa Indonesia dan Belanda. Bakat serta kemampuannya makin berkembang ketika Ia mulai terjun sebagai guru kesenian di beberapa sekolah di Bandung. Untuk mempertajam kemampuannya Ia langsung mendatangi orang yang ahli dalam bidangnya. Teknik permainan kacapi dan lagu-lagu daerah Ia belajar dari Mang Koko. Gamelan Ia pelajari dari Raden Machjar Angga Koesoemadinata, dan untuk angklung do-re-mi (diatonis) Ia dapat bimbingan dari Pak Daeng Soetigna (pencipta angklung bernada Diatonis).

Pengetahuan-pengetahuan tersebut kemudian diolahnya dalam bentuk paket pertunjukan untuk pariwisata dengan mengutamakan materi sajian angklung di sanggarnya (Saung Angklung Udjo). Kehadiran sanggar ini merupakan suatu sarana bagi Udjo untuk dapat mencurahkan jiwa kependidikan yang dimilikinya melalui seni angklung, sekaligus sebagai sarana penyaluran jiwa kewirausahaannya dengan menjual pertunjukan maupun alat musik bambu.

Tamu-tamu luar dan dalam negeri berdatangan setiap sore untuk menikmati sajian pertunjukan kesenian tradisional berkwalitas tinggi khas Jawa Barat, tak jarang mereka selalu ikut larut dalam permainan angklung dan tarian anak-anak belia. Dari mulai Wayang, Tarian dan Angklung mampu membuat takjub para pengunjung untuk datang berkali-kali ke Saung Angklung Udjo. Jiwa entertainer Udjo mampu menyatukan antara kesenian, anak-anak dan lingkungan menjadi sebuah sajian pertunjukan yang harmonis di depan para pengunjungnnya.


Kepiawaian dan keahlian Udjo ternyata menurun kepada para putra-putrinta. Awal tahun 90-an mulailah era putra-putrinya yang meneruskan SAU di bawah bimbingan Udjo sendiri. Karena kondisi kesehatan pun Udjo sudah jarang untuk memimpin sebuah pertunjukan, hanya sesekali apabila sedang sehat Udjo muncul dalam pertunjukan yang dipimpin oleh para putranya sekedar mengucapkan salam ke pada para pengunjung dalam berbagai bahasa (Inggris, Belanda, Prancis, Jerman serta negara lainnya).
Sepeninggal Udjo Ngalagena ( 03 Mei 2001 ) SAU mulai diteruskan oleh para putra - putri. Tak ada yang berubah SAU tetap ramai dikunjungi para touris dalam dan luar negeri, anak-anak masih riang gembira memainkan angklung. Gemuruh tepukan dan senyum kagum penonton masih selalu hadir di setiap akhir pertunjukan.

Gunung Sunda



Di utara Bandung, di tempat Gunung Tangkuban Parahu sekarang, terdapat gunung api raksasa, Gunung Jayagiri namanya. Gunung ini kemudian meledak dahsyat hingga mengambrukkan tubuhnya membentuk kaldera, kawah yang sangat luas. Dari sisi kaldera Jayagiri ini tumbuh gunung baru, yaitu Gunung Sunda. Letusan mahadahsyat Gunung Sunda telah mengambrukkan tubuhnya membentuk kaldera. Dari kaldera Gunung Sunda inilah Gunung Tangkuban Parahu terbentuk. Sampai sekarang, cucu Gunung Jayagiri ini terus memperlihatkan aktivitasnya, membentuk dirinya mengikuti jejak alam leluhurnya.

Kompleks kaldera Gunung Sunda dan Gunung Tangkubanparahu menyimpan sejarah bumi yang sangat panjang. Gunung ini mempunyai daya pikat dan pesona yang luar biasa sehingga terus mendapat perhatian. Kawasan ini bukan hanya memiliki keragaman bumi, melainkan juga keragaman hayati, baik flora maupun fauna. Macan tutul (Panthera pardus sondaicus) yang menjadi simbol fauna Jawa Barat pun masih terdapat di sana. Mochamad Nugraha Kartadinata (MNK, 2005) telah mengkaji secara mendalam Gunung Tangkubanparahu dan Gunung Sunda. Data hasil kajiannya dijadikan dasar dalam tulisan ini.

Gunung Sunda (1.854 meter dpl) yang terdapat dalam peta, itu hanyalah kerucut kecil dalam rangkaian panjang kaldera Gunung Sunda. Gunung Sunda yang sebenarnya dibangun dengan dasar gunung selebar 20 km lebih, dengan ketinggian ±4.000 meter dpl. Sangat mungkin tinggi sesungguhnya lebih dari taksiran itu. Pada umumnya, gunung yang meletus hingga membentuk kaldera, menghancurkan dua pertiga tubuh gunungnya. Kalau saat ini titik tertinggi dari kaldera Gunung Sunda adalah 2.080 meter dpl. Artinya, tinggi gunung tersebut hanyalah satu pertiga bagian dari Gunung Sunda.

Sebelum Gunung Sunda terbangun, di sana terdapat Gunung Jayagiri. Letusan-letusan pertamanya mengalirkan lava yang terjadi dalam rentang waktu antara 560.000-500.000 tahun yang lalu. Kemudian letusan-letusan yang mengambrukkan badan gunung ini hingga membentuk kaldera.

Tiga abad kemudian, dari dalam kaldera itu terjadi letusan yang membangun gunung baru, yaitu Gunung Sunda. Letusan dahsyat Gunung Sunda oleh Mochamad dibagi menjadi tiga episode letusan utama.

Episode pertama berupa letusan-letusan yang mengalirkan lava, terjadi antara 210.000-128.000 tahun yang lalu. Episode kedua terjadi 13 unit letusan. Dalam satu unit letusan dapat terjadi lebih dari satu kali letusan besar. Episode ketiga berupa letusan-letusan yang mengambrukkan badan gunung ini hingga membentuk kaldera yang terjadi ±105.000 tahun yang lalu.

Episode ketiga letusan Gunung Sunda dibagi lagi menjadi tiga fase letusan. Pertama, fase plinian, letusan dengan tekanan gas yang sangat tinggi, melontarkan material sebanyak 1,96 km3 ke angkasa, membentuk tiang letusan setinggi 20 km dengan payung letusan sepanjang 17,5 km, dan lebarnya 7 km.

Kedua fase freatomagmatik, letusan yang melontarkan awan debu dengan butiran-butiran kerikil gunung api, volumenya 1,71 km3.

Ketiga fase ignimbrit, yang terjadi ±105.000 tahun yang lalu, menurut penelitian Rudy Dalimin Hadisantono (1988), volume yang dilontarkannya 66 km3 yang mengarah ke barat laut, selatan, dan timur laut dari pusat letusan, menutupi kawasan seluas 200 km2 dengan rata-rata ketebalan 40 meter, seperti dapat dilihat di Ciseupan, di Campaka, Cisarua, Kampung Manglayang, dan Cipeusing. Belum terhitung 40 persen dari total material gunung api yang melayang-layang di angkasa dan jatuh di belahan bumi yang sangat jauh. Karena banyaknya material yang dikeluarkan, mengakibatkan ambruknya sebagian besar dari tubuh Gunung Sunda, membentuk kaldera seluas 6,5 x 7,5 km.

Pada letusan dahsyat fase ketiga inilah material letusan Gunung Sunda dengan seketika mengubur apa saja yang ditimpanya. Hutan belantara terkubur bersamaan dengan makhluk hidup yang ada di dalamnya, seperti badak, rusa, kijang yang sedang berada di lembah Ci Tarum, jaraknya ±35 km dari pusat letusan (Umbgrove dan Stehn: 1929, R.W. van Bemmelen: 1936, Th. H.F. Klompe: 1956). Arang kayu seukuran drum yang melintang searah datangnya awan panas ditemukan di penggalian pasir Ciseupan, Cibeber, Kota Cimahi.


Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, letusan Gunung Sunda fase ketiga itulah yang telah menguruk Ci Tarum Purba di utara Padalarang, membentuk danau raksasa, Danau Bandung Purba. Bagian sungai ke arah hilir yang tidak tertimbun disebut Ci Meta, sungai kecil dalam lembah besar Ci Tarum Purba.

Dari kaldera Gunung Sunda itu kemudian lahir Gunung Tangkubanparahu. Letusan-letusannya dibagi ke dalam dua kategori letusan, yaitu letusan Gunung Tangkubanparahu tua antara 90.000-10.000 tahun yang lalu, juga pernah meletus sebanyak 30 unit letusan. Letusan Gunung Tangkubanparahu muda antara 10.000-50 tahun yang lalu, juga meletus 12 unit letusan.

H. Tsuya menggolongkan derajat kehebatan letusan gunung api ke dalam sembilan tingkatan, mulai dari derajat satu yang hanya mengembuskan fumarola hingga derajat IX yang melontarkan material gunung api lebih dari 100 km3. Bila gunungapi itu mampu melontarkan material dari tubuhnya antara 10-100 km3, dapat digolongkan mempunyai derajat kehebatan VIII. Gunung Sunda termasuk kategori ini karena pada letusan fase ketiga melontarkan material vulkanik sebanyak 66 km3. Jumlah ini sebenarnya 60 persennya saja sebab yang dihitung hanya yang mengendap di permukaan. Sementara yang diterbangkan ke berbagai penjuru bumi tidak dihitung, jumlahnya mencapai 40 persen. Bila seluruhnya dijumlahkan, kedahsyatan Gunung Sunda mendekati kategori IX.


Sebagai pembanding, letusan dahsyat Gunung Krakatau tahun 1883 hanya melontarkan material sebanyak 18 km3. Letusan Gunung Tambora tahun 1815 menghamburkan 150 km3 dengan derajat kehebatan IX (K. Kusumadinata, 1979).

Sisa-sisa kedahsyatan letusan Gunung Jayagiri, Gunung Sunda, dan Gunung Tangkubanparahu merupakan keragaman bumi yang luar biasa dan sangat baik bila dijadikan laboratorium alam untuk pembelajaran bagi warga kota. (T. Bachtiar, anggota Masyarakat Geografi Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung)***

Sumber : http://newspaper.pikiran-rakyat.com